KOPI
“SINTA”
STL- Mendengar
kata kopi, sebagian kalangan penikmat atau pencintanya kadang menafsirkan kopi
dengan istilah “ketika otak perlu inspirasi” sebagai media interaksi yang
melahirkan karya atau gagasan super. Terkadang dalam sesi khusus, yang dikemas dalam
sesi kopi darat di kedai atau warkop dijadikan bahan pembahasan mengenai
fenomena dan dinamika kebangsaan yang menjadi topik hangat pemberitaan media,
baik itu politik, olahraga, pendidikan, dan lainnya.
Kopi
berupa tanaman yang banyak ditanam di daratan Asia, Afrika, dan Amerika Latin
ini memiliki berbagai jenis rasa dan bentuk, di mana umumnya kita kenal yakni
arabika dan robusta. Untuk jenis Arabika di Indonesia sendiri banyak berasal
dari Gayo (Aceh), Mandailing (Sumut), Kintamani (Bali), Mangkuraja (Bengkulu),
Jawa, dan Kalosi (Toraja). Sementara kopi Luwak juga termasuk jenis Arabika
yang semuanya dapat tumbuh di ketinggian 750-1500 mdpl dengan suhu 15-18
derajat Celsius. Sementara untuk robusta, mampu tumbuh di ketinggian 400-1000
mdpl dengan suhu 18-24 derajat celcius.
Untuk
sekarang ini, keberadaan kopi sudah menjamur dimana-mana, itu dilihat banyaknya
kedai atau warkop (Warung Kopi) yang dijajakan sepanjang sudut kota, bahkan
pernah menjadi headline di media
nasional dari investigasi “Kopi Sianida” yang menewaskan I Wayan Mirna, tahun 2016
lalu. Termasuk kopi pun telah diviralkan
dalam bentuk karya Sinema berjudul “Filosofi Kopi” yang diangkat dari novel
Dewi Dee Lestari yang bercerita tentang pemaknaan kehidupan nyata berupa cinta kasih,
pandangan hidup, dan harapan.
Jauh
sebelum hadirnya film tersebut, terdapat sebuah filosofi yang menjadi
pembudayaan dalam pemaknaan “jiwa korsa” yang dilakukan oleh salah satu
organisasi kemahasiswaan lingkup
Universitas Negeri Makassar (UNM). Organisasi tersebut adalah Mahasiswa
Pencinta Lingkungan Hidup Selaras yang kemudian akronimnya bernama Sintalaras
yang bergerak di bidang kepencintaalaman dan lingkungan hidup.
Media
pemaknaan adat istiadat yang bernilai filosofi tersebut bernama Kopi “Sinta” jenis kopi khusus buatan
Sintalaras (sinta) yang memiliki varian berbeda dengan kopi lainnya sebagai
representasi karakter dari penggerak Sintalaras dengan aneka “warnanya” yang
disajikan hanya pada saat prosesi pendidikan alam terbuka dalam menyambut
generasi baru Sintalaras. Perbedaan mendasar tersebut terletak dari aneka
rasanya dengan bahan dasar jenis kopi apapun dengan persentase takarannya
sebesar 10 persen dan sisanya terdiri dari aneka rempah dengan kadar khusus
yang bertujuan memberi kehangatan dan penyegaran kepada tubuh selama
berkegiatan di alam terbuka.
"Filosofi Kopi Sinta" |
Di
sisi lain, hal unik yang menjadi perbedaan lain dari kopi sinta yakni, dalam
prosesi racikannya dilakukan secara bersama-sama oleh segenap elemen penggerak
Sintalaras yang hadir di tempat tersebut, itulah sebabnya kopi sinta menjadi
representasi perwajahan Sintalaras soedjak doeloe, kini, dan akan datang
sebagai ruang doktrinisasi simbol selamat datang bagi calon generasi baru
Sintalaras yang nantinya akan bertumbuh kembang menjadi bagian dari warna dan
rasa kopi tersebut.
Dalam
sebuah motivasi pengembangan diri dijelaskan, seseorang telah mengenali
karakternya tentu akan melakukan hal-hal yang sesuai dengan dirinya.
Memanfaatkan kemampuan yang dimiliki secara efektif, tidak memaksakan diri
dalam segala hal tetapi tetap berusaha dan bekerja keras dengan dinamika yang
ada. Menjadi seseorang yang berkomitmen ditentukan oleh karakternya, berpikir dengan
pengendalian diri tanpa dipengaruhi emosi akan melahirkan tindakan-tindakan positif.
Ketika pikiran kita terfokus pada tujuan secara otomatis akan tercipta suatu
komitmen untuk lebih baik.
Dengan
membuat komitmen-komitmen besar untuk perubahan diri, kebulatan tekad, pengharapan
yang terbaik dengan perinsip kebersamaan, kekompakan, dan keuletan dengan tetap
memohon dan berdoa kepada-Nya, yakinilah hal tersebut akan mencapai hasil yang
terbaik pula.
Melangkah pasti dalam keberagaman tetap
solid untuk meningkatkan rasa kekeluargaan dalam nuansa kebersamaan, Selamat
Ber-Sintalaras teruntuk generasi penikmat “Kopi Sinta”.
Apa kata mereka...??
“Bermacam-macam
tapi satu” Nurhidaya (Bidara) Diksar XXX
“Suatu
organisasi pasti memiliki banyak warna, ada hitam, kuning, hijau, jingga dan
lainnya” Abdul Haris (Risto) Diksar XVII
“Memiliki
rasa yang bisa digambarkan dengan suatu karakter seseorang” Novi (Piangi)
Diksar XXIX
“Kopi
Sinta sudah ada sejak dulu, dan akan tetap ada” Mardin (Bob) Diksar XI
“Adalah
sajian yang dituangkan dalam satu wadah dengan beraneka ragam rasa, ada pedis,
manis, asin, pahit. Yang artinya walaupun kita berbeda suku, agama, fisik,
namun tujuannya hanya satu yaitu JAYA” Anwar Yunus (Bivak) Diksar XXI
“Kopi
Sinta boleh aneh tapi hidupmu jangan, semangat…! Karena hari ini adalah besok
yang kemarin” Penulis (RM.431) wkwkwkwk….
Komentar
Posting Komentar